Inequality : Apa yang berubah setelah Piketty? (1) : Technological Forces, Peran Pemerintah, Market Forces, Ethical Principle, and Wealth Taxation - Economics, Accounting, and Taxation (Ecountax.com)
Ads Here

Inequality : Apa yang berubah setelah Piketty? (1) : Technological Forces, Peran Pemerintah, Market Forces, Ethical Principle, and Wealth Taxation

Rising Inequality is not only due to Technological Forces

Meningkatnya inequality tak bisa dikatakan hanya karena perubahan teknologi yang menciptakan peningkatan kepemilikan capital. Namun hal lain yang lebih menentukan adalah monopoli atas capital tersebut. Pada monopoli, dimana tidak terdapat perfect competition, Akibatnya terjadi perubahan bargaining power antara pemilik modal (capital share) dengan para pekerja (labor).

Maka dari itu, analisis atas perubahan tingkat income tidak hanya dapat dilihat dari macroeconommic factor, tetapi juga dari industrial organization perspective. Perusahaan dengan market power yang tinggi dapat menjamin return yang tinggi kepada pemilik modal, dan ketika menentukan harga jual tinggal menghitung trade-off antara consumers markup atau workers wage, sementara porsi employer tetap aman.
Inequality of Income and Opportunity image pixabay.com (www.taxedu.web.id)
Inequality of Income and Opportunity image pixabay.com 

Kebijakan Publik harus dibuat pemerintah dengan ditujukan untuk reducing market power in consumer market, tujuannya menyeimbangkan bargaining power antara employers (pemilik modal) dan Workers (Pekerja).

Reducing market power di Consumer Market sudah diaplikasiakn di EU dengan pengaturan legal system yang menahan level monopoly.  Piketty dalam bukunya tidak mengadress isu legal system ini sebagai peran in distributing wealth. Piketty menyatakan legal rules and institution sebagai "capital friendly bias".

Earning and Employment : Dari Sudut Pandang Pajak

Pada tahun 1950, ketika top income distribution naik, progressive income tax menjadi alat untuk mengerem. Piketty mengatakan saat ini pemerintah (di UK) malah memberikan Tax Cuts kepada Top Income dengan alasan revenue maximizing tariff (Asumsi laffer curve untuk marginal tax rate adalah  40%).

Namun mengukur marginal tax tidak bisa hanya dari sudut pandang insentif, tapi fairness juga. Poverty Trap yang mengancam masyarakat miskin jika dilihat dari sudut pandang fairness juga tidak fair, karena income mereka sangat rendah, tabungan rendah, hampir seluruhnya digunakan ke konsumsi, padahal mereka juga wajib pajak.

Makanya di UK diaplikasikan Universal Credit dengan rate maksimun 65%. Pada angka ini Marginal Tax Rate untuk rich people seharusnya sama dengan poor people.
Top 1% Income Individual seharusnya dipajaki 65%
Sejarah mengatakan, untuk mengurangi inequality tidak bisa hanya fokus ke redistribution, tetapi juga addressing inequality in pretax earning. Artinya bahkan sebelum pajak pun seharusnya idealnya sudah  equal.

Social Norm dalam Penentuan Earning
Pendapat umum menyatakan income adalah hasil dari investasi education and skill, tapi penentuannya tidak bisa hanya dari market forcesSocial Norms juga harus dipertimbangkan antara employer dan employee. Dan pemerintah berperan serta dalan penentuan besarannya.

Peran Pemerintah
Peran penting pemerintah bukan hanya mengentaskan kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, tetapi juga menetukan jumlah yang diterima oleh masyarakat kaya, agar jangan sampai berlebihan.

Meskipun ethical consideration tidak bisa mencampuri over-riding market forces, seperti replacement of workers by robots. Namun, paling tidak Pemerintah punya peran serta dalam:

  • Pemerintah harus dapat Menggaransi Lapangan Pekerjaan bagi siapa saja yang mau bekerja
Paling tidak public employment harus bisa menampung tenaga kerja,. Memang hal ini memerlukan investasi yang tinggi dan tidak masuk akal dilihat dari sisi fiskal, tetapi tidak mungkinlah sampai bikin negara bangkrut.

USA, dibawah Humprey-Hawkins Full Employment Program dan Balanced Growth Act 1978 berhasil menerapkan public employment dan menciptakan a reservoir of public employment. 

Overstated Market Forces : Multiple Market Equilibria and Distributional Effect
Market forces objection jangan dinilai terlalu tinggi dalam penentuan wage. Faktanya supply and demand memang berjalan hanya untuk upper and lower saja. Multiple Market Equilibria menyebabkan Distributional Effect dalam penentuan wage. 

Mantan CEO Shell mengatakan if he had been paid half, he would not have screw the company, and if he had been paid twice, he would not have do it better.


Theorethical Job Search Model : Role of Ethical Principle
Secara teori, ketika supply and demand membentuk equilibrium wage, Surplus juga tercipta yang akan dibagi dua oleh employer dan worker. Nah pembagian ini harus mencerminkan ethical princple.

Employer harus memikirkan ethical pay berdasarkan common principle. Dan penerapan hal itu harus mempertimbangkan tujuan menyediakan goods and services to public, bukan mencari keuntungan semata.

Ethical Princple --> The Principle of Pay Code 
Jika Ethical Principle diterapkan maka principle of Pay Code diterapkan untuk top, bottom, dan middle agar dapat mentarget horizontal dimension of inequality. Tapi jangan sampai Perusahaan  menerapkan equal opportunity, tapi berakhir pada unequal rewards.

Berlandaskan the principle of pay code, Kita mungkin perlu bertanya juga kenapa gaji wanita lebih kecil dibanding pria, kenapa gaji pegawai baru lebih kecil dibanding senior dll.

Pajak atas Kekayaan (Wealth Taxation)

Jika asumsi Piketty tentang kenaikan kepimilikan capital menyebabkan inequality, ada upaya yang bisa dilakukan pemerintah antara lain:
  1. Taxation of Capital, Capital Income or Wealth Transfer
  2. Incentives agar Low income bisa menabung lebih banyak.
  3. Peningkatan Kepemilikan Pemerintah atas Share of Capital
Ketiga hal tersebut bisa dilakukan berbarengan dengan kebijakan pajak. Dengan menaikan tarif pajak, pemerintah tidak hanya mendapatkan penerimaan pajak, tetapi juga distribusi income.

Melihat adanya kecenderungan peningkatan income karena meningkatnya share of capital, pajak atas capital (kekayaan) harus berperan sebagai alat redistribusi. Atkinson memberikan 3 proposal terkait pemajakan atas share of capital:

Atkinson 3 Proposal
1. Tarif pemajakan atas Capital yang lebih tinggi dari Pemajakan atas Income
Hal ini bisa dilakukan dengan memajaki capital income lebih besar daripada active income, misal dengan skema pemberian relief untuk penerima penghasilan aktif. Ini pernah diterapkan dengan skema earned income relief di UK pada tahun 1973-1974.

Pemajakan ini akan menurunkan marginal tax rate untuk low level income. Pada lapisan layer paling bawah tarif dikurangi, namun besaran personal expenditure yang dapat dikurangkan juga harus dikurangi.

2. Pemajakan Atas Wealth Income
Di UK, tahun 1970 pernah ada usulan pemajakan atas kekayaan. Alasan penolakan pada saat itu mungkin sudah tidak relevan lagi saat ini. Weale menyatakan pada tahun 1970, penolakan atas pemajakan atas kekayaan adalah untuk meningkatkan personal wealth to national income, dan memang terbukti naik dari 3%-5% pada saat itu.

Dengan berubahnya skema perdagangan, ekonomi, didukung adanya globalisasi, personal wealth to national income rasio sudah tidak menggambarkan kondisi sebenarnya lagi (mungkin sudah terlalu tinggi). Maka pemajakan atas kekayaan perlu dipertimbangkan.

3. Pemajakan atas Warisan menjadi ordinary taxation
Capital yang dimiliki rich people saat ini, besar kemungkinan diterima dari warisan orang tuanya.  Tapi pemajakan atas warisan di UK porsinya hanya 2% pada periode 2012-2013, padahal 50 tahun sebelumnya kontribusinya mencapai 9% (HMRC Tax Receipts Website, and Inland Revenue Statistics 1987).

Salah satu upayanya adalah memasukan warisan menjadi ordinary income dan dipajaki selayaknya penghasilan umum, atau dengan pengaturan threshold dan ketentuan lainnya. Dengan adanya pemajakan ini diharapkan bisa mengurangi inequality across generations, dan memberikan insentif ke orang kaya untuk menyumbang.

John Stuart Mill pernah menyarankan untuk memajaki warisan yang melebihi jumlah tertentu, thresholdnya harus optimum, jangan sampai membuat disinsentif untuk menumpuk kekayaan.

(Referensi : Atkinson - After Piketty?)

No comments:

Post a Comment